Kisah Masyarakat jawa Yang Mnginspirasi Karl Marx |
Breaking News - Sampai jenggotan dan ubanan pun, Karl Heinrich Marx memang tidak pernah singgah ke Jawa. Namun, Marx yang dikenal sebagai sang begawan ekonomi dan sosiologi sohor asal Jerman pernah mempelajari sekelumit tentang Jawa. Marx melihat Jawa sebagai contoh bentuk sederhana sebuah perekonomian rakyat yang lestari. Bagaimana bisa?
Marx pernah tinggal di beberapa negara Eropa, sebelum akhirnya menghuni London pada 1849. Ketika beberapa tahun menjadi warga London, ia berkesempatan membaca kabar lawas tentang Jawa dari sebuah buku yang tersimpan di British Museum. Agen Sakong
Ia sudah pasti mengetahui kabar peresmian Reading Room, ruang baca yang berada di jantung British Museum. Bahkan, selama sepekan peresmiannya pada Mei 1857, lebih dari 62 ribu pengunjung terpukau dengan pesona Reading Room.
Kabarnya, ruangan bundar dan berkubah megah itu menjadi salah satu tengara kota, sekaligus salah satu pusat pembelajaran di dunia. Bayangkan, perpustakaan ini memajang koleksinya dalam kotak buku melingkar sepanjang hingga lima kilometer. Belum lagi rak-rak kecil, yang apabila direntang panjangnya mencapai 40 kilometer!
Lantaran setiap pengunjung yang hendak membaca harus mengajukan izin secara tertulis, museum ini masih menyimpan arsip pengunjungnya. Abraham “Bram” Stoker yang kelak sohor dengan novel horor berjudul Dracula; Sir Arthur Ignatius Conan Doyle yang menulis kisah detektif Sherlock Holmes; Jacob Richter yang belakangan diketahui sebagai Vladimir Ilyich Ulyanov alias Vladimir Lenin; hingga Karl Marx.
Di Reading Room pula Marx menemukan buku History of Java karya Thomas Stamford Raffles, yang terbit dua bundel di London pada 1817.
Reading Room menjadi salah satu tempat pilihan Marx untuk membaca dan menuliskan buah pikirannya. Di ruangan inilah, Marx menyusun buku ekonomi politik yang mengkritik kapitalisme dalam tiga bundel. Das Kapital, Kritik der politischen Oekonimie, demikian tajuk bukunya. Bundel pertamanya terbit pada di Hamburg, Jerman, 1867. Das Kapital, yang bermakna modal, merupakan sebuah pencapaian penting pada sejarah pemikiran ekonomi masyarakat Eropa pada abad ke-19.
London menjadi kota kenangan bagi Raffles dan Marx, kendati mereka tidak hidup semasa. Keduanya dimakamkan di kota yang sama, London. Raffles dimakamkan di permakaman Gereja St Mary di Hendon, sementara Marx dimakamkan di Highgate Cemetery.
Sayangnya, selama pembangunan kembali British Museum pada akhir 1990-an, ruangan baca tempat Marx merumuskan Das Kapital pun menjelma sebagai ruang pameran. Namun, ada yang lebih tragis lagi. Marx, yang mengkritik kapitalisme, tampaknya harus bersepakat dengan kapitalisme karena para pengunjung harus membayar sejumlah uang untuk sekadar menyaksikan batu nisannya. Agen Sakong
Kembali ke persoalan penerbitan buku. History of Java dirilis dalam dua bundel pada 10 Mei 1817 di London. Buku ini berisi tentang sejarah dan budaya di Jawa, yang dilengkapi statistik semasa. Setengah abad kemudian, Das Kapital terbit di Hamburg. Ketika buku yang "mengutuk" kaum pemilik modal ini beredar di seantero Eropa, kaum pemodal Hindia Belanda tengah berlega hati karena roda-roda kereta api mulai resmi menggelinding di Jawa.
( SI / AK )
0 comments:
Post a Comment